Jumat, 30 Desember 2011

Regulasi Reproduksi


SIKLUS ESTRUS (Priode dari satu estrus ke estrus berikutnya, setiap 8-24 hari)
1. Tipe siklus
a. Poliestrus (sapi, kerbau, kambing, dll)
b. Monoestrus (anjing, srigala)

a. Poliestrus bermusim (seasonally polyestrus, seasonal breeders)
- Domba & rusa (anestrus pada musim semi dan musim panas)
- Kuda & harmster (anestrus pada musim gugur dan dingin)

2. Fase siklus secara umum
a. Fase folikuler (fase estrogenik, 2 -3 hari): proestrus & estrus)
b. Fase luteal (fase progestasional, 16-18 hari): fase metestrus & diestrus)

KLASIFIKASI KHUSUS (SPESIFIK)
1. Proestrus
2. Estrus
3. Metestrus
4. Diestrus

1. Proestrus

Selama fase luteal akhir, jika signal kebuntingan tidak ada sekitar hari ke-17-18, prostaglandin dilepaskan. Hal ini akan menyebabkan regresi luteal, yang berarti terjadi penurunan progesteron. Akibat kehilangan hambatan progesteron, GnRH meningkat dan menyebabkan stimulasi LH dan FSH. FSH menyebabkan maturasi akhir folikel yang tumbuh. Folikel yang tumbuh menghasilkan estrogen oleh sel-sel granulosa dan sel theka interna. Estrogen akan menyebabkan tanda-tanda estrus pada sapi. Secara aktual, estrogen mencapai puncaknya sebelum heat (estrus)seperti telihat pada Gambar 4 dan estrogen inilah yang akan menyebabkan pelepasan LH. Inhibin juga dihasilkan oleh folikel yan tumbuh dan mencegah folikel yang lebih kecil untuk terus tumbuh. Hambatan pada folikel yang kecil ini menjamin hanya satu folikel yang ovulasi pada sapi. Estrogen menyebabkan sintesis reseptor progesteron, yang memungkinkan LH berikatan pada sel luteal.

2. Estrus

Selama estrus, estrogen dan FSH mulai menurun (Gambar 4). Puncak LH terjadi selama standing estrus. Ini adalah waktu ketika sapi dalam keadaan 'standing heat', dan akan berdiri dengan posisi siap dinaiki atau menaiki sapi lain. Estrogen berfungsi meningkatkan kontraksi saluran reproduksi untuk memfasilitasi transportasi sperma dan sel telur. Estrogen juga mempengaruhi sejumlah dan tipe cairan yang dihasilkan oviduct, uterus, serviks dan vagina. Pelepasan mucus jernih terlihat pada saat estrus yang membantu migrasi sperma melalui serviks. Estrus terjadi selama 18-20 jam, tetapi mungkin lebih pendek dalam musim panas atau akibat stres panas. Sel-sel theca mulai menghasilkan progesteron yang menghambat pelepasan LH dan FSH. Ovulasi terjadi 12-18 jam setelah akhir estrus. Selama estrus sel-sel granulosa melepaskan inhibin, suatu hormon yang mencegah pelepasan FSH dari pituitary.

3. Metestrus

Metestrus tejadi selama 3-5 hari dan ini adalah waktu perkembangan luteal. Lonjakan LH dan FSH selama fase estrus menghasilkan ruptur folikel (ovulasi) sekitar 30 jam setelah mulai “standing estrus,” atau 10-14 jam setelah akhir estrus.Corpus hemorhagicum (CH), yang dikenal dengan 'bloody body' yang terbentuk dari folikel setelah ovulasi, selanjutnya membentuk corpus luteum (yellow body). Selama metestrus, corpus luteum belum matang tetapi tetap tumbuh sehingga progesteron meningkat. Hormon ini bertanggungjawab menyiapkan uterus untuk kebuntingan dan menghambat aktivitas siklus estrus. Ketika corpus luteum belum matang, tidak ada reseptor untuk prostaglandin, sehingga membuat luteolisis dengan prostaglandin adalah tidak mungkin.

4. Diestrus
Diestrus terjadi 5-17 siklus dan waktu ketika CL menjadi matang dan menghasilkan hormon progesteron. Progesteron dihasilkan oleh sel luteal besar dan kecil. Sel luteal berasal dari sel-sel granulosa dan sel theca. Selama diestrus terdapat 2 atau 3 gelombang pertumbuhan folikel, tergantung individual sapi (Gambar 5). Folikel-folikel tumbuh menjadi statis sekitar 2 hari dan kemudian menjadi mengecil (menjadi atresi ). Pada sapi dengan 2 gelombang pertumbuhan folikel, gelombang pertama dimulai pada hari ke-2, gelombang 2 mulai hari ke-11 dan akan ovulasi pada gelombang ke-2. Pada sapi dengan 3 gelombang pertumbuhan folikel, gelombang pertama dimulai pada hari ke-2,menjadi statis pada hari ke-8-12 dan atresi pada hari ke-12-16, gelombang ke-2 mulai hari ke-9 dan berakhir pada hari ke-17; dan gelombang 3 dimulai pada hari ke-16 dan seringkali diikuti dengan ovulasi. Gelombang pertumbuhan folikel perlu diketahui dalam hubungannya dengan sinkronisasi siklus estrus. Pada akhir diestrus, jika tidak ada signal kebuntingan diterima oleh CL maka kaskade luteolitik dimulai.

REGULASI PANJANG SIKLUS ESTRUS

Jika signal kebuntingan [interferon tau (IFN- tau), juga disebut trophoblastic protein-1 (bTP-1) tidak diterima oleh CL, maka prostaglandin akan disintesis oleh uterus dan ditransferkan pada CL ipsilateral melalui mekanisme lokal utero-ovarian countercurrent. Prostaglandin kemudian berikatan dengan sel luteal yang besar dan menyebabkan sel luteal regresi melalui aksi langsung atau kostriksi vaskuler. Prostaglandin juga menyebabkan pelepasan oksitosin dari sel-sel luteal besar, yang menyebabkan uterus melepaskan lebih banyak lagi prostaglandin. Hal ini memberikan mekanisme 'fail-safe' untuk menjamin luteal regresi dan estrus kembali terjadi pada sapi yang tidak bunting. Estrogen dari folikel dominan penting untuk menginduksi sintesis prostaglandin dan reseptor oksitosin uterus.

REGULASI GELOMBANG FOLIKEL

Setelah ovulasi, konsentrasi FSH meningkat. Peningkatan ini menyebabkan rekruimen kelompok folikel pada awal masing-masing gelombang. Setelah kelompok folikel direkruit, konsentrasi FSH menurun. Awal sekitar seleksi, pertumbuhan dan perkembangan berlanjut dengan seleksi yang diregulasi oleh hormon LH. Hormon LH juga meregulasi pertumbuhan folikel dominan. Ketika terdapat folikel dominan, konsentrasi FSH tetap rendah, yang menghambat gelombang pertumbuhan folikel baru. Setelah folikel dominan mengalami atresi atau ovulasi, terjadi peningkatan sekresi FSH dan gelombang pertumbuhan folikel baru dimulai. 

1 komentar:

  1. maaf,ada daftar pustaka dari tulisan diatas...soalnya ini mau saya pakai untuk sumber PKM saya.

    BalasHapus